Upaya Tim Keamanan Pasca Pertandingan

Publicado  Selasa, 20 April 2010




Hingga lewat tengah malam pada Senin (17/7) itu, selepas dua pertandingan perdana babak delapan besar zona Gresik antara PSM Makassar dengan Persmin Minahasa dan Persekabpas Pasuruan dengan Persija Pusat di Stadion Tri Dharma Petrokimia, Gresik, ratusan aparat keamanan gabungan polisi dan TNI dari berbagai kesatuan masih disibukan dengan evakuasi sekitar 160 Jakmania, pendukung setia tim Macan Kemayoran. Mereka beberapa kali dipindahkan sebelum ditempatkan di area pergudangan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya..

Proses evakuasi yang menegangkan itu diikuti terus oleh jajaran panitia pelaksana lokal babak delapan besar Liga Djarum 2006 yang diketuai oleh Haruna Soemitro. Ketua Pengda PSSI Jatim itu memantau atau memonitoring saat-saat mencekam itu melalui telepon selulernya. "Tadi terakhir dievakuasi ke Pelabuhan Tanjung Perak dan dijaga ketat petugas, termasuk brimob dan marinir," katanya dengan nada lesu, di Hotel Satelit, Surabaya, lewat tengah malam Senin.

Haruna Soemitro yang baru memangku jabatan ketua Pengda PSSI Jatim menggantikan Dhiman Abror Djuraid, beberapa bulan silam, mengemukakan kalau sejak awal dia bertekad untuk menjadikan Gresik sebagai tempat yang nyaman dan ramah bagi para penikmat sepakbola.

Dia mempersilakan komunitas sepakbola dari segala lapisan, utamanya tentulah pecinta setia dari keempat tim peserta babak delapan besar zona Gresik (yakni Persekabpas Pasuruan, Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Persmin Minahasa) untuk menyaksikan rangkaian pertarungan tim-tim pujaannya tanpa harus merasa takut atau mengkhawatirkan kemungkinan timbulnya gesekan antar kelompok suporter.

Dia juga tidak terlalu yakin jika bonekmania, julukan untuk pendukung fanatik Persebaya Surabaya, akan 'ngeluruk' ke Gresik. Kalau pun bonek akan ada, dia akan melakukan sweeping ketat sehingga mereka tidak bisa berbuat seenaknya di Gresik. Sweeping itu juga akan dilakukan terhadap siapa pun yang membawa senjata tajam, atau berbagai benda lain yang bisa membahayakan.

Pada kenyataannya, keinginan Haruna Soemitro untuk menjadikan Gresik sebagai venues babak delapan besar yang nyaman dan ramah tidak bisa diwujudkan dengan baik. Fakta yang terjadi jusrtru bonekmania tak terhalang untuk melakukan berbagai tindakan yang tak terpuji, termasuk dengan melempari bus pemain PSM Makassar sehingga beberapa kacanya pecah.

Sweeping itu justru dilakukan oleh bonekmania dengan mengejar-ngejar kelompok pendukung yang selama ini dikenal berseberangan dengan mereka, terutama Jakmania dan kelompok pendukung PSM. Ratusan aparat keamanan gabungan yang berada di luar Stadion Tri Dharma Petrokimia Gresik harus bekerja keras untuk membubarkan konsentarsi bonekmania di beberapa titik di sekitar stadion. Sekitar tiga sampai lima ratusan pendukung tim PSM bahkan baru bisa dimasukkan ke dalam stadion menjelang babak pertama selesai dengan penjagaan ketat aparat keamanan.

Berikut wawancara dengan Haruna Soemitro yang dilakukan dalam bentuk tanya-jawab: Q:Kekhawatiran bahwa kehadiran bonek akan membawa masalah bagi panitia ternyata terbukti. Bagaimana cara panitia lokal mengantisipasi sikap-sikap tidak simpatik bonek untuk selanjutnya?

A: Kehadiran bonekmania ini memang memusingkan kami. Semula saya pikir hanya akan sedikit bonek yang datang, apalagi kami ingin menjadikan Gresik ini benar-benar sebagai tempat yang netral bagi keempat tim, terutama untuk tiga tim luar Jawa Timur. Namun ternyata sentimen anti Jakmania dan PSM begitu kuat sehingga ribuan bonekmania berdatangan ke Gresik.
Sentimen itu tampaknya juga disertai dendam lama dari babak delapan besar Liga Djarum 2005 lalu, ketika bonekmania akhirnya harus terusir dari Jakarta. Jadi motifnya memang dendam. Bonekmania yang melakukan ulah sekarang ini mungkin saja yang tahun lalu datang ke Jakarta dan merasa diperlakukan tidak manusia oleh Jakmania, termasuk diusir-usir dari beberapa titik tempat mereka berkumpul. Sakit hati itu yang tampaknya ingin dibalaskan.

Bukankah sehari sebelumnya sudah ada ikrar perdamaian diantara kelompok suporter?

Ikrar perdamaian itu kan dibuat dan ditandatangani oleh elite-elitenya setiap kelompok suporter. Jadi mungkin gak sampai ke tingkat akra rumput, padahal grass-root ini yang langsung berada di lapangan dan merasakan langsung penderitaan ketika tahun lalu mereka dikejar-kejar dan diusir-usir sampai keluar dari Jakarta.

Bagaimana mengantisipasi kehadiran bonek untuk pertandingan selanjutnya?

Saya belum tahu, saya masih harus melakukan koordinasi dengan aparat keamanan. Saya dan jajaran panitia tentu saja tak menginginkan Gresik menjadi tempat pembalasan dendam bonekmania pada Jakmania. Mungkin saja saya akan melarang kehadiran bonekmania untuk pertandingan hari Rabu dan Sabtu nanti, tetapi itu masih harus diikordinasikan dengan aparat keamanan. Kalau memang boneki dilarang masuk Gresik, kami harus melakukan penjagaan ketat di beberapa titik masuk Gresik.

Di luar aksi brutal para bonek itu, penyelenggaraan pertandingannya sendiri cukup baik?

Saya kira ya. Penyelenggaraan pertandingannya tak terganggu oleh aksi-aksi di luar stadion yang dilakukan oleh bonekmania itu. Saya juga bersyukur kalau kelompok suporter tim Persekabpas dari Laskar Sakera yang jumlahnya sekitar 5000 itu tidak ikut-ikutan.
Namun saya memang sempat cemas ketika Persekabpas tertinggal lebih dulu dari Persija Pusat. Saya pikir, wah, bisa bahaya ini kalau Laskar Sakera kecewa karena timnya kalah. Syukurlah Persekabpas bisa menang dan pendukungnya dari Laskar Sakera meninggalkan stadion dengan tertib, langsung kembali ke Pasuruan dengan puluhan bus besar.

Sebenarnya berapa jumlah aparat keamanan yang dikerahkan untuk babak delapan besar zona Gresik ini?

Jumlah petugas keamanan yang kami siagakan semula sekitar 600 orang. Namun, ketika jumlah bonek ternyata makin banyak kami otomatis menambah juga jumlah aparat keamanan, dari kepolisian sampai sampai tentara dari berbagai kesatuan. Hingga tiga kali proses evakuasi Jakmania tengah malam ini jumlah aparat keamanan gabungan itu sampai 1000 orang.

Untuk babak delapan besar Liga Djarum 2006 ini Badan Liga Indonesia (BLI) mencoba mengadopsi penyelenggaraan Piala Dunia Jerman yang baru lalu. Bagaimana tingkat keberhasilannya?

Upaya-upaya mengadopsi penyelenggaraan Piala Dunia Jerman memang sah-sah saja. Bagi saya meniru yang baik-baik itu tidak menjadi masalah, bahkan wajib hukumnya. Nanun, kalau dikaitkan dengan babak delapan besar Liga Djarum 2006 ini, tentu saja masih jauh dari harapan.
Walau demikian, minimal kita sudah berusaha maksimal. Misalnya, agar penonton bisa lebih tertib dan petugas keamanan bisa tanggap untuk segera melakukan pencegahan atas kemungkinan adanya penonton yang melakukan sikap tak terpuji, saya secara khusus menempatkan 50 petugas polisi bertindak seperti match-steward.

Mereka tidak berdiri menghadap lapangan pertandingan, namun langsung menghadap kearah penonton. Kalau di Piala Dunia tempo hari yang ditugaskan itu adalah para volunteer atau pekerja sukarela, tetapi di kita kan tidak mungkin. Saya harus mengeluarkan uang 50.000 rupiah kepada setiap petugas polisi yang ditugaskan khusus untuk itu.

0 komentar: